Kisah Umar bin Khattab masuk islam sudah menjadi cerita populer di kalangan remaja muslim Indonesia dan dunia. Kisah hidupnya yang amat sangat mengharukan itu menjadikannya sosok teladan di kalangan umat islam sejak dulu hingga sekarang.
Umar bin Khaththab RA terkenal pemberani, adil, cerdas, kritis, keras, tegas, tulus, dan hatinya mudah tersentuh, sungguh dua karakter berlawanan menyatu dalam pribadinya.
Keberanian seorang Umar sudah kesohor sejak dirinya belum memeluk islam. Dia soerang petarung sejati yang selalu menang dalam setiap kali berkelahi, adu kekuatan di Pasar Ukazh.
Namun siapa sangka, keberanian dan kekuatannya mengantarkan dirinya pada hidayah Allah SWT yaitu ketika membenturkan keberanian dan kekuatan iman soerang perempuan, Fathimah binti Khaththab, yang tak lain adiknya sendiri.
Kisah Umar bin Khattab masuk Islam
Kisah Umar bin Khattab masuk Islam ini berawal ketika pembesar kafir Quraisy seperti Abu Jahal bin Hisyam, Uqbah bin Nafik dan lainnya gagal membunuh Nabi SAW.
Sementara dakwah islam semakin meluas, bahkan beberapa orang sahabat berhasil hijrah ke Habsyi, dan beribadah dengan tenang di bawah lindungan Raja Najasyi.
Sebagai jagoan terkuat di Makkah, Umar merasa harus dirinya yang membunuh Muhammad, yang dia anggap telah murtad dan memecah belah kaum Quraisy serta memaki dan menghina agama nenek moyangnya.
Umar pergi ke rumah Al Arqam, tempat RasulullahSAW mengajarkan islam kepada sahabat-sahabat beliau. Di tengah perjalanan ia bertemu Nu’aim bin Abdullah, yang menanyakan kepergiannya dengan pedang terhunus.
Begitu mengetahui niatnya untuk membunuh Rasullullah SAW, Nu’aim justru mencela Umar. “Hendaknya engkau meluruskan urusan keluargamu dulu sebelum urusan Bani Manaf.
Sesungguhnya adikmu sendiri Fathimah binti Khaththab dan suaminya yang juga anak pamanmu, Sa’id bin Zaid telah mengikuti ajaran Muhammad. Merekalah yang harus engkau selesaikan urusannya.”
Baca juga:
Habib Umar: 9 Prinsip Hidup Bersama Menurut Islam
Betapa geramnya Umar mendengar penjelasan Nu’aim bin Abdullah, berbeloklah langkah kakinya menuju rumah Sa’id bin Zaid dengan kemarahan yang memuncak.
Saat itu, di rumah Sa’id juga ada Khabbab ibnu Aratt yang sedang mengajarkan ayat-ayat Al Qur’an pada mereka.
Mendengar kedatangan Umar, Khabbab langsung bersembunyi, Sa’id membukakan pintu dan Fathimah menyembunyikan lembaran mushaf Al Qur’an.
Begitu melihat Sa’id, kemarahan Umar tak dapat terbendung lagi. Kemarahannya pada Nabi SAW tertumpahkan kepada adik iparnya tersebut. Sa’id dibentaknya sebagai murtad dan memukulnya hingga terjatuh.
Fathimah mendekat untuk membela suaminya, tapi Umar memukulnya tepat di wajahnya. Sungguh keadaan yang mengenaskan dan membahayakan bagi kedua suami istri tsb. Umar sudah menduduki dada Sa’id, satu pukulan telak dari jagoan Ukazh itu bisa nyawa Sa’id melayang.
Namun tiba-tiba terdengar pekikan keras dari Fathimah, “Hai musuh Allah, kamu berani memukul saya karena saya beriman kepada Allah…! Berbuatlah apa yang engkau suka, saya akan tetap bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah, dan Muhammad Rasullullah!”
Surat Thaha mengantarkan Umar bin Khattab membaca Syahadat
Pekikan itu ternyata menembus ulu hatinya. Ia terkejut dan heran. Umar bin Khaththab adalah seorang lelaki yang sering dilukiskan sebagai:
“Jika ia berbicara, maka orang akan terpaksa mendengarkannya, jika berjalan langkahnya cepat bagai dikejar orang, bila berkelahi pukulannya adalah maut yang mematikan.”
Ternyata ada orang yang berani menentangnya, seorang wanita lagi, adiknya pula. Kekuatan apa yang membuatnya berani menentang kalau tidak kekuatan yang maha hebat, kekuatan iman yang mulai tumbuh kuat di dadanya.
Kemarahannya mereda. Dia meminta lembar-lembar Al Qur’an yang ada di tangan Fathimah, tetapi sekali lagi jagoan duel di Pasar Ukazh ini seakan tak berkutik ketika adiknya berkata dengan tegas:
“Tidak mungkin, ia tidak boleh tersentuh kecuali oleh orang-orang yang suci! Pergilah, mandilah dan bersuci..!!”
Bagai anak kecil yang penurut, Umar pun berlalu, sesaat kemudian kembali dengan jenggot yang mengucurkan air.
Diberikanlah lembaran mushaf yang berisi Surah Thaha ayat 1 – 6. Makin kuatlah hidayah Allah membuka mata hatinya.
Setelah ayat-ayat tersebut ia baca, meluncurlah kata-kata dari mulutnya, “tidak pantas bagi Allah yang ayat-ayatnya sebegini indahnya, sebegini mulianya mempunyai sekutu yang harus disembah. Tunjukkanlah padaku dimana Muhammad?”
Sebuah pernyataan yang menunjukkan perubahan sikap dan keyakinannya tentang Nabi SAW sebelumnya. Khabbab bin Aratt pun keluar dari persembunyiannya dan berkata:
“Bergembiralah Umar, sesungguhnya Nabi telah bersabda tentang dirimu, Beliau berdoa : Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar, Umar bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khaththab, dan engkau dipilih Allah untuk memperkuat Islam.”
Khabbab mengantarkan Umar ke rumah Al Arqam di dekat Shafa. Di sana ia menjumpai Nabi SAW. Beliau memegang ujung baju Umar dan berkata,”masuklah kamu ke dalam Islam wahai Ibnu Al Khaththab. Ya Allah, berilah hidayah kepadanya!”
Umar pun bersyahadat. Maka bertakbirlah para sahabat yang hadir, hingga terdengar sepanjang jalan di kota Mekkah, bahkan juga sampai ke Ka’bah.
Keislaman Umar Menggoncangkan Kaum Musyrikin
Benarlah doa Nabi SAW, keislaman Umar menggoncangkan kaum musyrik dan menorehkan kehinaan bagi mereka, tetapi sebaliknya memberikan kehormatan, kekuatan dan kegembiraan bagi orang muslim.
Tidak seperti muallaf sebelumnya yang umumnya menyembunyikan keislamannya, Umar sebaliknya. Diingatnya siapa yang paling memusuhi Nabi SAW, siapa lagi kalau bukan Abu Jahal. Umar mendatangi rumahnya dan menggebrak pintunya.
Begitu Abu Jahal keluar, Umar memberitahukan keislamannya, Abu Jahal menutup pintu dan masuk kembali ke rumahnya. Begitupun ketika diberitahukan kepada pamannya, Al Ash bin Hasyim, dia justru masuk ke rumah.
Biasanya mereka berdua ini kalau bertemu dengan orang yang masuk Islam, mereka menangkap dan menyiksanya.
Ketika kembali kepada Nabi SAW, Umar menginginkan orang-orang Islam untuk tidak sembunyi-sembunyi lagi karena menurut pendapatnya, mereka ini dalam kebenaran, hidup ataupun mati. Pendapatnya ini dibenarkan oleh Nabi SAW dan beliau menyetujui keinginan Umar.
Beliau mengeluarkan orang-orang muslim dalam dua kelompok, kelompok pertama dipimpin Hamzah, yang telah memeluk Islam tiga hari mendahului Umar, dan kelompok kedua dipimpin Umar sendiri.
Orang-orang musyrikhanya terpana tidak berani berbuat apa-apa seperti sebelumnya, tampak jelas kesedihan di mata mereka.
Karena itulah Rasulullah menggelari Umar dengan Al Faruq, pemisah antara yang haq dan yang bathil. Sejak saat itu orang orang Islam bisa beribadah dan membuat majelis di dekat Ka’bah, thawaf dan berdakwah, serta melakukan pencegahan terhadap siksaan-siksaan.
Itulah cerita pendek islami: kisah Umar bin Khattab masuk Islam sebab membaca mushaf Alquran tepatnya Surat Thaha. Yang awalnya hati Umar keras seketika menjadi lunak dan masuk Islam (*)