Neysa Terpaksa Menoleh Memenuhi Panggilan Lelaki Tanpan Itu
“Maafin neng Rahma, ya Ney…”, ucap Ahkam membuat Neysa membuyarkan lamunannya. Ia tersenyum tipis menatap Rahma yang masih serius bermain.
“Neng Rahma… makan dulu yuk!”, seru umi Syifa membuat gadis kecil itu cekat beranjak dari tempatnya dan berlari menghampiri umi Syifa. Sementara kini suasana yang terjadi di antara keduanya hanyalah kecanggungan.
Neysa masih merasa malu untuk berbicara dengan lelaki di sampingnya akibat kejadian 2 hari lalu.
“Ney….”, panggil Ahkam membuat Neysa terpaksa menoleh ke arah lelaki itu.
“Apa?”, tanya Neysa datar. Hal itu membuat Ahkam merasa bersalah karena membuat Neysa tampak murung.
“Kamu kapan pulang?”, tanya Ahkam lembut.
“Kenapa emang?, ketus Neysa.
“Enggak papa, aku Cuma tanya”
“Gue bakal pulang secepatnya kok, gue tau, lo pasti pengen banget gue pulang cepat”, sinis Neysa membuat Ahkam ternganga. Karena perempuan di depannya cepat sekali salah paham.
“Bukan begitu Ney… aku Cuma – “
“Udahlah kam… pasti dengan gue pulang, lo bisa bebas kan, dari ocehan gue?, curhatan gue, dan perasaan gue kan?”
“Neysa! Pliz… jangan buat masalah lagi, aku Cuma pengen kita damai, dan berteman seperti biasa, okey?”, pinta Ahkam yang berusaha membujuk perempuan di depannya.
“Udahlah kam… gue capek …”, bola mata Neyasa kini menatap intens lelaki di depannya.
“bukan ama fisik gue, tapi juga perasaan gue”, lirihnya kemudian berlalu meninggalkan Ahkam sendirian di lapangan.
“Ney…sa”, panggil Ahkam lirih memandangi punggung perempuan berambut sebahu itu yang mulai hilang termakan jarak.
“Astaghfirullahal adzim”, batin Ahkam sembari terus memejamkan matanya – berusaha menghilangkan emosinya.
Tenggelamnya matahari memancarkan warna-warna senja memukau pemandangan menakjubkan itu, menarik perhatian sosok perempuan yang hatinya tengah resah.
Dulu ia berpikir bahwa senja itu jahat, karena datang hanya membawa kegelapan. Namun sekarang ia kini belajar dari senja bahwa “Senja mengajarkan Neysa untuk tak membenci dia selamanya”.