Cerita Cinta Sedih Anak Pesantren III, ini merupakan kelanjutan dari Cerita Cinta Sedih Anak Pesantren II sebelumnya.
Maka bila pembaca menemukan judul tulisan Cerita Cinta Sedih Anak Pesantren III ini di pencarian google, sebaiknya baca dulu cerita bagian sebelumnya, berikut linknya:
Cerita Cinta Sedih Anak Pesantren II sebelum melanjutkan ke Cerita Cinta Sedih Anak Pesantren III. Kalau sudah selesai membaca bagian dua, mari baca Cerita Cinta Sedih Anak Pesantren III. Selamat membaca
——————————————————
Selama Neysa tinggal di Pesantren Syafi’i, dia belajar banyak tentang arti kehidupan. Dimana pengalaman itu tidak ia dapatkan sebelumnya.
Dengan penuh kasih sayang, bibi Izza mengajarinya tentang adab dan akhlaq di pondok. Bibi Izza juga tak sungkan mengajarkan Neysa cara memasak, mencuci piring dan baju dengan benar. Yah, selama ini Neysa tidak pernah mau mengotori jemarinya dengan melakukan pekerjaan seperti itu.
Namun saat Neysa mulai mencobanya dengan kesabaran, semua pekerjaan itu terasa enak dan rilex, bahkan ia bisa menghabiskan waktunya dengan hal yang bermanfaat seperti itu.
Ia bersyukur sekali memiliki pengalaman asing seperti ini, rasanya kehidupan baginya sangat bermakna.
“Neysa… kamu istirahat dulu pasti capek kan?”, ujar bibi Izza sembari mendekati perempuan berbusana muslimah nevy itu.
“Hmm, Ia bu.”, balas Neysa sembari menaruh keranjang sayur di meja. Perempuan itu mengucir rambutnya karena udara yang panas.
Ia melangkah menuju kursi dekat meja makan ndalem. Ia tak peduli dengan rambutnya yang terlihat karena memang itu kebiasaannya sehari-hari.
“Neysa… kalau kamu bisa, dipakai saja kerudungnya yah…”, kata Neng Sanah sembari menarik kursi yang akan didudukinya.
“Hehehe… panas mbak….”, keluh Neysa yang hanya dibalas gelengan kepala oleh Neng Sanah.
“Neysa… kamu ada perasaan ya sama Ahkam”, tanya Neng Sanah membuat Neysa terjingkat.
“Ha? maksudnya?”, gugup Neysa.
“Hhh…. kamu suka ya sama Ahkam?”
“I-iya sih, tapi…”, Neysa menggantungkan ucapannya. Ia bingung untuk melanjutkannya.
“Tapi apa? Beda agama ya?”. Neysa mengangguk pasrah saat mendengar tebakan Neng Sanah.
Perempuan berambut hitam itu hanya memainkan kukunya. Dirinya benar-benar gugup apalagi ditanya mengenai topik orang yang ia sukai.
Baca juga: Cerita Cinta Sedih Anak Pesantren