SantriNow | Salah satu kebahagiaan kecil yang saya nikmati setiap kali mendatangi acara Kopdar Ihya’ di berbagai daerah adalah momen ziarah. Saya mengusahakan, sebelum atau sesudah acara Kopdar, untuk ziarah dan “sowan” kepada mereka patut diziarahi dan disowani, baik yang masih hidup atau sudah meninggal.
Pagi ini, setelah menyelesaikan Ngaji Ihya’ semalam di Universitas Brawijaya Malang (diadakan oleh Perkumpulan Dokter NU, PDNU, di bawah asuhan Gus Dr. Muhammad Muhammad S Niam), saya menyempatkan berziarah ke orang yang masih hidup dan wafat sekaligus. Saya ziarah ke makam Kiai Muhammad Tohir Bungkuk di kawasan Singosari, Malang.
Sedikit tentang Kiai Tohir. Beliau ini adalah salah satu sosok yang dulu sering diziarahi Gus Dur. Kiai Tohir adalah menantu dari Kiai Hamimuddin. Kiai Hamimuddin ini tidak main-main. Beliau adalah salah satu panglima perang-nya Pangeran Diponegoro.
Kiai Tohir ini hidup di abad ke-19. Beliau mempunyai seorang putera bernama Kiai Nachrowi Tohir, salah satu pendiri NU. Di deretan para pendiri NU, Kiai Nachrowi adalah yang paling muda.
Kembali kepada Kiai Tohir Bungkuk (Catatan: Bungkuk adalah nama desa di Singosari). Menurut kisah yang saya dengar dari teman-teman di Malang, Kiai Tohir ini adalah sahabat dekat Kiai Cholil Bangkalan, guru dari Kiai Hasyim Asy’ari. Konon, setiap menghadapi masalah, Kiai Chilil kerap berkonsultasi dengan Kiai Tohir.
Kiai Tohir memiliki seorang cucu bernama Kiai Munsif Nachrowi Tohir. Sosok ini masih hidup dan secara fisik masihlah sangat “fit”. Kiai Munsif ini adalah tokoh yang penting, sebab dialah salah satu pendiri PMII, gerakan mahasiswa NU yang berdiri pada 17 April 1960 di Surabaya. Di antara para pendiri PMII, Kiai Munsif-lah satu-satunya yang masih hidup.
Baca juga: Ulil Abshar Abdallah: Kitab Ihya’ Mendorong Kita untuk Menjadi ‘FPI’ Bagi Diri Sendiri

Sebagai mantan aktivis PMII dulu, tentu saya sangat bergembira berjumpa dengan salah satu pendiri pergerakan yang pernah membesarkan saya sebabai aktivis dan pemikir dulu.
Selama sekitar satu jam saya menikmati percakalan dengan Kiai Munsif. Pembicaraan kami, antara lain, berkisar di sekitar sosok Mahbub Junaidi, Ketua PMII yang pertama. Saya akan ceritakan kisah-kisah yang dituturkan oleh Kiai Munsif tentang Mahbub di kesempatan lain.
Saya harus berterima kasih kepada sahabat saya Dr. Achmad Tohe yang telah mengantar saya dalam peziarahan dan “pisowanan” pagi ini dengan mengendarai motor barunya: Yamaha NMax. Ternyata enak naik motor ini.
Terima kasih juga kepada dua teman aktivis NU Malang yang ikut mengantar saya pagi ini: Mas Winarno dan Abdurrochim. Terima kasih juga untuk Gus Dr. Farhat Surya Ningrat yang telah menemani kami selama Kopdar Ihya’ di Malang.
Mbak Admin Ienas Tsuroiya ndak ikut dalam acara “pisowanan” pagi ini, karena masih kelelahan meng-admin-i Kopdar semalam. (*)
By: Gus Ulil Abshar Abdalla