SantriNow | Bencana tsunami pada zaman para nabi juga pernah terjadi. Contohnya, di zaman Nabi Nuh alaihissalam pernah terjadi banjir yang begitu dahsyat hingga gunung tenggelam dan jutaan manusia mati kecuali pengikut Nabi Nuh saja.
Sekarang di Indonesia juga mengalami hal yang hampir serupa yakni bencana tsunami, mulai dari Gempa Bumi Palu dan Donggala yang Berakibat Tsunami (2018) dan Tsunami di Banten dan Lampung (2018).
Sebenarnya apa penyebab dominan selain memang faktor alam?
Berikut pandangan pakar al-Quran terkait bencana Tsunami:
Memahami Tsunami yang melanda kaum Nabi Nuh
Pakar ilmu Al-Qur’an KH Dr. Ahsin Sakho Muhammad Rais Majelis Ilmy Pimpinan Pusat Jam’iyyatul Qurra wal-Huffaz Nahdlatul Ulama menjelaskan bahwa banjir bandang yang pernah menimpa umat Nabi Nuh sesungguhnya tidak lepas dari doa Nabi Nuh sendiri kepada Allah untuk membinasakan mereka. Hal ini dapat ketahui dari kandungan surat Nuh, ayat 26 dan 27 sebabagi berikut:
رَبِّ لا تَذَرْ عَلَى الأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا. إِنَّكَ إِنْ تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ و لاَ يَلِدُوا إِلا فَاجِرًا كَفَّارًا
Artinya: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan keturunan selain anak-anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.”
Setelah Nabi Nuh ‘alaihis salâm berdoa seperti itu, terjadilah banjir besar yang sangat dahsyat dan menewaskan sebagian besar kaumnya yang menolak beriman kepada Allah subhanahu wataa’la. Mereka tetap berbuat syirik, yakni menyekutukan Allah. Jadi secara teologis, bencana banjir itu memiliki korelasi dengan doa Nabi Nuh ‘alaihis salâm.
Allah memang mengabulkan doa itu. Namun kelak Allah sangat marah atas doa ini dengan kemarahan yang tidak pernah terjadi sebelum dan sesudahnya. Kemarahan Allah itu membawa akibat Nabi Nuh tidak diperkenankan oleh Allah untuk memberikan syafaat kepada manusia di Hari Pembalasan nanti. Hal ini sebagaimana diakui sendiri oleh Nabi Nuh sebagaimana dikisahkan dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sebagai berikut:
إِنَّ رَبِّي قَدْ غَضِبَ الْيَوْمَ غَضَبًا لَمْ يَغْضَبْ قَبْلَهُ مِثْلَهُ وَلَنْ يَغْضَبَ بَعْدَهُ مِثْلَهُ وَإِنَّهُ قَدْ كَانَتْ لِي دَعْوَةٌ دَعَوْتُ بِهَا عَلَى قَوْمِي نَفْسِي نَفْسِي اذْهَبُوا إِلَى إِبْرَاهِيمَ
Artinya: “Sungguh, pada hari ini Allah telah marah dengan marah yang sebenar-benarnya, dimana Dia belum pernah marah seperti ini dan juga tidak akan marah setelahnya seperti ini. Sungguh, dahulu aku memiliki satu doa yang aku gunakan untuk menghancurkan kaumku. Diriku sendiri butuh syafa’at, pergilah menemui selainku! Pergilah menemui Ibrahim!”
Kisah tersebut memberikan argumentasi yang kuat bahwa bencana alam yang menimpa suatu kaum hendaknya tidak dikaitkan dengan perbuatan syirik yang mereka lakukan. Bencana yang menimpa umat Nabi Nuh ‘alaihis salâm berupa banjir bandang sebetulnya tidak terlepas dari doa Nabi Nuh sendiri kepada Allah untuk membinasakan mereka.
Adapun penyebab bencana tsunami yang terjadi di Indonesia akhir-akhir selain memang kehendak Allah, yang jelas karena faktor alam. Sebagaimana banyak pakar menjelaskan bahwa penyebab tsunami adalah akibat gempa di bawah laut, gunung merapi meletus, longsor bawah laut, hantaman meteor dan terakhir ulah tangan manusia.
(Now)
Baca juga: Vila Tepi Pantai Anyer Tempat Santri Tahfidz Dikarantina 100 % Lolos dari Tsunami