Love and Dream>Part 1

oleh -
oleh
Love and Dream>Part 1
SantriNow | Surabaya, November 2023 Ku tatap lekat sepasang mata di depanku. Mata lebar boneka itu kini tak polos lagi. Berbagai sesuatu yang rasanya asing di matanya kini sudah menempel disana. Warna-warna indah yang senada dengan kulit kuning langsatnya terpoles apik.
Bulu mata palsu lentikpun turut menghiasi bingkainya. Hanya satu yang dibiarkan seadanya, alis tebal yang kerap ku tertawakan semasa SMA masih seperti dulu. Mata itu balas menatapku.  Seperti banyak sekali yang ingin dia bicarakan, tapi kini ia hanya bisa diam.
Aku tersenyum  merasakan aura merasa bersalah sahabatku, padahal aku sudah tabah kini. Meski aku akui aku menangis semalaman karena dua perasaan muncul sekaligus. Bahagia dan nelangsa, saat ku sadari sahabatku menikah dengan orang yang amat aku cintai-dulu.
“Maaf …” Hanya itu yang terucap sejak tadi dari bibirnya yang tipis terpoles apik oleh lipstik. Aku menepuk bahunya.
“Beliau memang jodohmu. Kau berhak memilikinya, Bukannya kau sendiri yang bilang kalau aku tidak konsisten dengan perasaanku?” Aku mencoba menghiburnya. Berusaha menghilangkan perasaan bersalahnya.  “Beliau sudah memilihmu. Lihat, betapa spesial dirimu sayang…”
Setitik air matanya yang sedari tadi menggantung perlahan luruh. Ku usap lembut agar make up di wajahnya tidak berantakan.
“Harus berapa kali aku meyakinkanmu, bahwa semua akan baik-baik saja? Hei! Aku sudah menikah ukhtiy…. Aku juga sangat bahagia…”
Bayangan wajah Mas Syarif muncul. Membuatku ingat aku punya seseorang yang begitu mencintaiku sedang menunggu di luar. Membuatku makin menguatkan hati. Mas Syarif, Seseorang yang menikahiku setahun yang lalu saat hafalanku tuntas sempurna. Yang enam bulan setelahnya, gadis di depanku ini benar-benar pulang ke Indonesia dari kuliah di Jepang 4 tahun.
“Tapi … Aku selalu teringat kata-katamu dulu. Jika kau tak bisa mendapatkannya… Aku pun tak boleh_”
“Ssstt… Sudah sudah, itu dulu. Semua sudah berubah sekarang. Maafkan aku yang terlalu egois.” Ku remas bahunya. “ Sebentar lagi, pengantinnya datang lo, ayo jangan sedih. jangan sampai membuat suami mu cemas…”
Tiba-tiba pintu terbuka. Tampak Mbak Syifa datang terburu-buru dengan kebayanya. “Sebentar lagi datang. Siap-siap ya? Aduh… Ayune…”  Ujarnya dengan mencubit pipi gembil itu. “Sudah siap,kan?” Tanya Mbak Syifa meyakinkan. Di sambut dengan anggukannya yang anggun. Wajah sumringah yang dibuat-buat gadis di depanku ini sangat kentara, untung Mbak Syifa tidak menyadari itu.
“Ok, Aku keluar dulu. Ada yang perlu di bereskan. Tiga menit aku tunggu, harus sudah duduk cantik di luar ya…, bantu si pengantin jalan! Biasa… norak nih anak nggak  pernah pake higheels” Mbak Syifa keluar dengan tertawa, pintu tertutup kembali.
Sekali lagi, ku tatap wajah sahabatku ini. Meyakinkannya akan banyak hal. Tapi, saat alunan sholawat yang menggema dari sound system  kembali berdentum-dentum, aku merasa kembali berdebar. Merasa tidak siap, atau… entahlah! Tapi aku tahu perasaan ini tak boleh aku biarkan.
Jombang, Agustus 2011
Suara sholawat terdengar dari musholla pesantren. Membuat gadis itu menggerutu kesal. Entah mengapa kedatanga Ustadz baru itu membuatnya begitu tak bersemangat.
Mengingat para akhwatnya sering kesana kemari membicarakan Ustadz baru-yang menurutnya-pembawa sensasi itu. Dialah Naura, kini badannya yang terbalut selimut digoncang-goncangkan sahabatnya Azqi yang mengajaknya ikut mengaji.
“Ayo Ra… Ngaji. Ustadz Salman sudah masuk. Nih suaranya sudah kemana-mana!” Azqi begitu bersemangat.
“Nggak mau! Kamu aja berangkat sendiri. Apa, nyanyi terus sukanya”
“Bukan nyanyi Ra… Sholawatan! Vocal lo, sama kaya’  kamu”
“Nggak mau…”
Akhirnya, Shubuh itu Azqi berangkat sendirian. Berlari-lari kecil menuju musholla yang ada di depan komplek putri dengan terheran-heran pada sikap acuh Naura pada Ustadz tampannya yang baru berusia 20 tahun.
Di mulai dari hari itu, Azqi tidak hanya merasa senang, tapi sudah jatuh hati diam-diam.
To be…