SantriNow | Ketika ditanya tentang alasan apa yang mendasari Kyai Maruf Amin bersedia jadi cawapres Jokowi, beliau menjawab:
“Kan harus begitu, berarti saya harus mengabdi pada negara,” ujar Ma’ruf Amin di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (9/8/2018). “Ulama itu kan kalau dibutuhkan (jadi) manfaat, kalau enggak dibutuhkan, enggak,” tuturnya.
Jawaban beliau sama persis dengan syair yang sering dilagukan Gus Dur pada sela-sela ceramahnya di beberapa daerah. Berikut syiirnya:
“Gus Dur membacakan; walastu bihallalittilangi makhofatan, walakin maata yastarfidil qaumu harfidzi; aku bukan orang yang sembunyi di balik gentong karena ketakutan.
Gentong itu tempatnya di depan rumah apa di belakang? Nah, biasanya di dapur. Lha, orang yang bersembunyi di balik gentong di dapur sudah habis-habisan takutnya. Ini katanya Tharafa, ungkap Gus Dur.
Walakin mata yastarfidil qaumu harfidzi; namun jika kaumku meminta pertolongan, akan kutolong. Lha ini, karena saya tidak berada di gentong, ya, kalau kaum saya minta tolong ya, saya tolong. Kalau perlu bertaruh nyawa.
“Ini Tharafa Ibna Abd sudah begitu. Ya itu pegangan saya dari dulu sampai sekarang” pungkas Gus Dur.
Dengan demikian, wajarlah kalau Gus Dur memiliki tekad yang kuat dalam sentuhan masyarakat Indonesia baik di lapisan atas dan bawah. Ribuan tempat beliau datang dengan tanpa tendensi, yang mungkin salah satunya adalah dorongan syair tersebut: Jika kaumnya meminta tolong, meskipun bertaruh nyawa, ia akan datang dan bela.
Alasan Kyai Maruf bersedia jadi cawapres juga begitu, artinya beliau mau karena dibutuhkan oleh kaumnya. Kalau Anda ingat pada saat Muktamar NU ke-33 di Jombang kala itu. Siapa yang menyangka beliau akan jadi Rais Aam PBNU samapi sekarang, tidak ada.
Kala itu yang diminta jadi Rais Aam adalah Kyai Mustafa Bisri (Gus Mus) dan Mbah Kyai Maimun Zubair. Tapi kedua-duanya tidak ada yang bersedia maka alternatifnya adalah Kyai Maruf Ami. []