SantriNow | Sampai detik ini perempuan masih dianggap lemah atau nomer dua dari laki-laki. Dan bagi sebagian perempuan, hal semacam ini sudah dianggap seharusnya. Bahkan dari mereka pasrah dengan lebel itu. Pandangan yang seperti ini jelas merugikan kaum hawa. Walaupun 10 tahun terakhir mereka mulai sadar akan dirinya. Penjara sosial yang sudah berabad-abad mengurung mereka.
Kini mereka mulai menuntut haknya sebagai manusia yang seharusnya sama dalam sudut apapun. Sehingga muncul faham feminim atau feminisme, yaitu gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.
Menarik sekali untuk melihat bagaimana feminisme sebagai sebuah ideologi mengarahkan langkah perlawanan terhadap penindasan dan hegemoni. Di dalamnya terkandung aksi perlawanan terhadap hegemoni, dominasi, penindasan, eksploitasi, diskriminasi, dan kekerasan.
Bahwa secara prinsip, ia melihat dunia “membiarkan” perempuan mengalami penindasan, kemudian ia mengambil posisi dan sikap yang lebih tegas: memperjuangkan kemanusiaan kaum perempuan (demanding women’s full rights as human beings).
Feminisme menolak pembagian kerja secara seksual yang telah ribuan tahun lamanya memisahkan laki-laki di sektor publik dan perempuan menanggung semua kerja di sektor domestik (the idea of the male “breadwinner” and women as the economically dependent “housewife”), sesuatu yang juga oleh Frederich Engels dipaparkan dalam bukunya “The Origin of the Family, Private Proverty and The State” (1884).
Feminisme menolak berbagai bentuk penindasan yang mengakibatkan kesengsaraan, kemiskinan, kelaparan, teror, kekerasan. Semua penindasan ini diletakkan dalam landasan: penghancuran kemanusiaan (kedaulatan, integritas) umat manusia.
Tidak ada gunanya jika perempuan tugasnya di dapur, kasur dan sumur, sekolah tinggi-tinggi. Oleh karenanya, harus disesuaikan dengan kemampuannya. Maka dengan begitu, konstruksi masyarakat tentang perempuan akan bergeser. Yang tadinya terpinggirkan, akan bergeser ke tengah.
Dan ini harus terus di dorong sampai benar-benar seimbang antara laki dan perempuan. Dan jangan sampai diberangus, karena ini membutuhkan perjuangan panjang. Namun faham ini oleh sebagian orang dianggap melanggar kodrat Tuhan.
Dengan landasan, bahwa perempuan diciptakan memang di bawah laki-laki. Sehingga kelompok ini tidak setuju dengan adanya faham semacam ini. Padahal kalau kita cermati, faham feminisme hanyalah bentuk pembelaan oleh para feminilog untuk melawan ketidak adilan. Sementara agama apapun tidak membenarkan adanya ketidak adilan. Wallahu taala a’lam []