Raja Yordania Abdullah bin Al-Husain (Abdullah II) pun berkunjung menuju PBNU. Ia ditemui Kyai Said, meminta supporting NU dalam usaha penyelesaian konflik di Suriah. “Di Timur Tengah, tak ada organisasi masarakat yang sanggup sebagai penengah, bagaikan di Indonesia. Kalau ada konflik, bedil yang bicara,” ungkap Kyai Said.
Selain itu, menguapnya kasus SARA di Indonesia belakangan pun kembali marak muncul menuju permukaan. “Munculnya kerusuhan bernuansa agama memang amat sering kita temukan. Hal ini mempertunjukkan bahwa bangsa Indonesia wajib terus belajar perlunya toleransi dan kesadaran pluralitas. Sikap toleransi tersebut dibuktikan oleh Kaisar Ethiopia, Najashi (Negus) saat para sahabat ditindas oleh orang-orang Quraisy di Mekkah dan memutuskan guna hijrah menuju Ethiopia untuk meminta suaka politik kepadanya. Kaisar Negus yang dikenal selaku penguasa beragama Nasrani itu sukses menjaga para sahabat Nabi Muhammad SAW dari ancaman pembunuhan kafir Quraisy,” tulis Kyai Said dalam Dialog Tasawuf Kyai Said: Akidah, Tasawuf dan Relasi Antarumat Beragama (Khalista, LTN PBNU & SAS Foundation, Cet II, 2014).
Berhadapan dengan kemungkinan besar konflik horisontal itu, NU pun tetap mempertahankan ide Darus Salam, tidak Darul Islam, yang terinspirasi dari teladan Nabi Muhammad dalam Piagam Madinah. Dalam naskah tersebut, nabi membikin kesepakatan perdamaian, bahwa muslim pendatang (Muhajirin) dan muslim pribumi (Anshar) dan Yahudi kota Yastrib (Madinah) sesungguhnya mempunyai misi yang sama, sesungguhnya satu ummat. Yang menarik, menurut Kyai Said, Piagam Madinah – dokumen sejauh 2,5 halaman itu – tak menyebutkan kata Islam. Kalimat penutup Piagam Madinah pun menyebutkan: tak ada permusuhan kecuali kepada yang dzalim dan menabrak hukum. “Ini artinya, Nabi Muhammad tak memproklamirkan berdirinya negara Islam dan Arab, bakal tetapi Negara Madinah,” jelas Kyai Said.
Selain itu, menurut dia, faktor politis pun kerapkali mempengaruhi, tidak akidah atau keyakinan. “Bagai di masa Tempur Salib, faktor politis dan ekonomis lebih berbagai menyelimuti renggangnya keharmonisan kedua ummat bersaudara tersebut di Indonesia. Dengan seperti ini, kekeruhan hubungan Islam-Kristen tak jarang dilatarbelakangi nuansa politis yang sama sekali tak ada kaitannya dengan agama itu sendiri,” ungkapnya, dalam buku Tasawuf Selaku Kritik Sosial: Mengedepankan Islam selaku Inspirasi tidak Aspirasi.
Baca juga: PCNU Madura Mendukung Penuh Kang Said Aqiel Sebagai Ketua PBNU
Ditengah agenda Ketua Umum PBNU yang sedemikian padat, Kyai Said dewasa ini diterpa banyak fitnah, hujatan dan bahkan makian dari urusan yang remeh-temeh sampai yang menyangkut urusan negara. Ia dituduh agen Syiah, Liberal, antek Yahudi, pro Kristen, dan fitnah-fitnah lain oleh orang yang sempit dalam menyaksikan agama dan konsep insaniyah dan kebangsaan.
walaupun seperti ini, ia toh insan biasa – yang tidak luput dari salah, dosa dan kekurangan – tidak seorang Nabi. Artinya, kritik dalam sikap memang wajar dialamatkan, tetapi tak dengan hujatan, fitnah, dan kabar palsu, melainkan dengan kata yang santun. Terkait hal ini, dalam suatu kesempatan ia memberi tanggapan terhadap para haters-nya. Bukannya marah, Kyai Said malah menganggap para pembenci dan pemfitnah itu yang kasihan. Dan selaku orang yang tahu seluk beluk Duniya tasawuf, tentu dia telah memaafkan, jauh sebelum mereka meminta maaf atas segenap kekhilafan. Wallahu a’lam.