Dilema UKT UINSA

oleh -

Melihat empat hal kemungkinan yang bisa saja terjadi di lapangan. Alangkah lebih baiknya jika pihak UINSA membentuk tim yang bertugas menyurvei kebenaran data keluarga calon mahasiswa baru. Sehingga nantinya penetapan UKT masing-masing mahasiswa lebih bijaksana.

Apabila ditemukan oknum civitas akademika yang masih mengusahakan UKT rendah kepada kerabatnya, padahal ia mampu membiayai perkuliahan anaknya, atau pemberian beasiswa yang tidak sesuai dengan fakta. Maka pihak pimpinan harus mengambil sikap yang tegas terhadap oknum civitas akademika yang melakukan praktek nipotisme.

Di satu sisi aksi penolakan terhadap kenaikan UKT cukup penting dilakukan, namun di sisi yang berbeda jika ada penerimaan UKT tidak sesuai dengan kemampuan keluarga. Sebaiknya mahasiswa tersebut mengajukan keberatan terhadap UKT yang diterima kepada Wakil Rektor III dengan bantuan dari Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) atau Senat Mahasiswa (SEMA).

Para elit politik mahasiswa harus mengadvokasi sahabat-sahabat yang kehidupan keluarga kurang mampu, atau pereknomiannya menengah ke bawah. DEMA dan SEMA juga diharamkan melakukan praktek kolusi dan nepotisme, misalkan hanya akan membantu orang-orang yang mempunyai hubungan keorganisasian atau terikat perjanjian jika mendapatkan beasiswa maka akan dibagi dua.

Keberadaan DEMA dan SEMA harus hadir dan mengakomodir mahasiswa yang ekonomi menengah ke bawah dan berusaha semaksimal mungkin mengadvokasi mereka menurunkan beban biaya kuliah selama satu semester. Sehingga kehadiran DEMA dan SEMA dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi.

Sejatinya, pemberlakuan sistem UKT pada PTKIN, khususnya UINSA adalah untuk membantu mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu dengan dibuatnya sistem subsidi silang. Mahasiswa yang terlahir dari keluarga dengan eknomi menengah ke atas akan dinaikkan UKT-nya untuk membantu mahasiswa yang kurang mampu.

Terkadang tak selamanya maksud baik berjalan dengan benar. Sehingga membutuhkan etos kerja dari civitas akademika yang mengedepankan nilai-nilai simpati dan empati kemanusiaan.

Membantu yang lemah tanpa ada praktek KKN, memberikan sanksi kepada calon mahasiswa yang memberikan data tidak valid ketika verifikasi masuk perguruan tinggi, membentuk tim survei data calon mahasiswa baru, dan DEMA maupun SEMA membentuk tim independen untuk mencari mahasiswa yang benar-benar berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Penulis: Afifi (Mahasiswa UINSA Surabaya Semester 8)