SantriNow xxx Sejarah kepemimpinan mantan President Suharto memang kaya dengan cerita-cerita mencengangkan. Kali ini kami akan mengulas kisah prihal kebijakannya mengenai zakat dan sodakoh yang kontroversial.
President kedua itu pernah menyampaikan dalam pidatonya bahwa dirinya siap menjadi petugas pengumpul zakat secara massal. Makanya jika kali ini pemerintah berencana akan memotong gaji ASN muslim untuk zakat wajar bila menimbulkan polemik, kerena sebelumnya sudah pernah digarap Soeharto namun tak ada ujungnya.
Pada acara Peringatan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW di Istana Negara 26 Oktober 1968. Tak main-main, untuk memperkuat aturan ini keluar Pengumuman Presiden RI No I tahun 1968. Padahal sebelumnya Peraturan Mentri Agama terkait zakat dan baitul mal sudah dikeluarkan. Tapi apalah daya, mentri hanya semata-mata pembantu Presiden, sehingga dibatalkan.
Disebutkan dalam Pengumuman Presiden, masyarakat dapat mengirimkan zakat, derma atau sodakohnya kepada Presiden Soeharto pribadi dengan cara atau melalui:
- Kapten Bustomi, dengan alamat Jalan Merdeka Barat No 15.
- Pos wesel, dialamatkan kepada Jenderal TNI Soeharto, Presiden Rl, Jakarta.
- Rekening giro pos dan dinas giro dan cheque pos, dimasukkan pada rekening zakat cq Jenderal TNI Soeharto nomor A 10.000.
- Rekening zakat cq Jenderal TNI Soeharto pada bank-bank: BNI Unit I, Eksim nomor 77777, BNI Unit II nomor 39z, BNI Unit Ill nomor 1.13.000, BDN nomor R 15, Bapindo nomor 185.
“Saat ini ataupun di masa-masa mendatang, saya tidak akan mengambil hak amilnya berupa seperdelapan dari hasil zakat,” begitulah janji Presiden Soeharto pada tanggal 8 November 1968.
Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Keppres tanggal 21 Mei 1969 untuk membentuk Panitia Zakat yang diketuai oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat Idham Chalid.
Tim ini ditugaskan untuk lebih meningkatkan pemasukan uang zakat dan cara-cara penggunaannya agar sesuai dengan ajaran Islam.
Soeharto juga berpesan kepada panitia ini suatu rumusan mengenai pedoman penggunaan uang zakat, misalnya yang mana harus lebih didahulukan apakah pembangunan rumah sakit, madrasah atau untuk fakir miskin.
Demikian dikutip dari Buku Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973 yang ditulis Tim Dokumentasi Presiden.
Tapi pada akhirnya zakat yang dikumpulkan ke rekening Presiden Soeharto tak ada kabar dan laporannya dan tak jelas pengelolaannya.
Sehingga tibalah di kemudian hari tepatnya setelah Reformasi 1998, Soeharto menjadi tersangka atas kasus dugaan penyalahgunaan dana di yayasan-yayasan miliknya. Jumlah pengumpulan dana yang kemudian diselewengkan yang diduga mencapai triliunan rupiah. Namun Soeharto membantah dan mengaku tak punya uang satu sen pun.
Akibat kejadian itu dibentuklah BAZNAS
Dibuatlah Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No 29 dan No 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan BAZIS.
Undang-Undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat lahir di masa Presiden RI Ke-3 BJ Habibie dan Menteri Agama Malik Fadjar.
Kemudian pada tahun 2001 di era Presiden Abdurrahman Wahid secara resmi dibentuklah Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). Yang merupakan satu-satunya lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional.
Kedudukan BAZNAS diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. [mdk]