Panglima Nyebar Hoax, 500 Pucuk Dibilang 5000 Pucuk

oleh -
oleh

SantriNow xx Panglima adalah pucuk pimpinan yang berwenang memerintah dan mengendalikan bawahannya. Jadi kalau Panglima TNI berarti seseorang yang menjabat sebagai ketua pimpinan yang memiliki kewenangan memerintah dan mengendalikan bawahannya dan berwenang memakai alat militer yang disediakan negara.

Menkopolhukam merupakan singkatan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yaitu seorang menteri yang memimpin Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dan membawahi menteri-menteri bidang politik, hukum, dan keamanan. Sumber wekepedia.com.

Sahabat santri yang budiman, sebagaimana beredar di media online dan koran, bahwa antara Menkopolhukam dan Panglima TNI ada perbedaan pernyataan terkait pembelian senjata. Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo membuat pernyataan ada institusi lain di luar TNI yang ingin memasok senjata ke Indonesia” yang kemudian pernyataan itu menyebar kemana-mana dan timbul polemik di masyarakat.

Sehingga pernyataan Panglima itu dapat tanggapan dari  Menkopolhukam. Menurutnya, yang dimaksud institusi lain oleh Panglima TNI adalah Intelijen Negara (BIN). Sebagaimana dilansir kompas.com kemarin Ahad (14/9/17)

Menkopolhukam, Wiranto meluruskan mengenai polemik pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait isu pembelian 5.000 pucuk senjata oleh institusi non militer.
Kata Wiranto, pernyataan Panglima tersebut tidak benar. Menkopolhukam mengakui ada mis komunikasi antara Panglima dengan Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.

“Sudah saya panggil Kepala BIN, Panglima TNI, Kapolri serta institusi lain yang terkait mengenai masalah ini. Ternyata ini hanya masalah komunikasi yang tidak selesai dalam hal pembelian senjata,” ungkap Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Minggu (24/9/2017). Baca juga: Sikap Santri Jelas, Kami Siap Membela KPK

Intinya dalam pernyataan Menkopolhukam itu adalah:
Pembelian senjata 5000 pucuk itu tidak benar karena yang dibeli hanya 500 tusuk, eh maaf pucuk.
Yang membeli senjata itu bukan institusi lain di luar kendali pemerintah, melainkan Badan Intelejen Negara (BIN).

Kata memasok atau memasukkan senjata dari luar negeri itu juga salah, karena senjata itu dibeli dari PT Pindad, buatan dalam negeri.

Dan untuk membeli senjata jenis itu tidak perlu memberi tahu mabes TNI karena memang bukan standart TNI, sehingga cukup mabes Polri saja.

Dari pernyataan yang tidak berdasar di atas di atas terjadilah polemik sehingga banyak komentar yang tidak sedap di kalangan pengamat, politikus, ilmuwan.  Sebagaimana tanggapan Rachland Nashidik, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat yang menganggap pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai manuver politik. Sebagaimana dilansir kompas.com

“Kita semua perlu lebih tenang dan menjaga jarak dari manuver-manuver politik yang sudah menabrak batas kepatutan maupun Undang-undang. Contohnya, manuver politik Panglima TNI Gatot Nurmantyo,” ujar Rachland melalui keterangan tertulis, Minggu (24/9/2017).

Contoh lain yang berkomentar masalah ini adalah Gunawan Muhammad. Di akun twitter pribadinya @gm_gm menulis “TNI, seperti Republik Proklamasi, tak boleh memihak satu golongan dlm percaturan politik. TNI penjaga persatuan, bukan perusaknya. #tni” yang kemudian diretwet oleh sekitar 224 akun lain. Dan masih banyak komentar lain. Baca juga: Harapan Santri, Indonesia Tidak Perang Saudara

Apa yang bisa kita petik pelajaran dari polemik senjata 500 tapi bilangnya 5000
Kalau belum jelas informasi yang didapat jangan langsung cerita kepada orang lain. Apalagi yang cerita orang yang punya pengaruh pasti banyak yang percaya. Akibatnya jadilah polemik dan akhirnya menyesal sendiri. Sebagaimana kata Quran “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q. S. Al-Hujurat : 6). [as]