SantriNow xx Santri menilai, sepak terjang Jokowi dalam memainkan issu memang bisa dibilang briliant. Dasarnya, di saat situasi politik Indonesia yang cendrung memanas, khususnya mengenai isu SARA. Jokowi pintar memanfaatkan suasana itu.
Pandangan santri, Jokowi memang lihai memanfaatkan issu:
Pertama: Masalah yang tentu menyita perhatian publik, bahkan peristiwa ini termasuk yang terpanas dalam dekade 10 tahun tarakhir yaitu kasus Ahok di Pulau Seribu. Ahok menafsirkan s. Al-Maidah dengan caranya sendiri, akibatnya MUI mengeluarkan fatwa bahwa Ahok menghina Quran. Dalam kasus itu, Jokowi ditengarahi melindungi Ahok, walaupun kenyataannya tidak. Di saat Jokowi dapat tekanan dari ormas Islam khususnya FPI dan HTI yang waktu itu belum dibubarkan, justru sang president memanfaatkan situasi itu dengan cerdas. Yaitu, dia tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Dan alhamdulillah peristiwa itu tidak terjadi anarkisme atau penghancuran infrastruktur.
Kedua: Pembantaian muslim Rohingya di Miyanmar, dimana dalam kasus ini, Jokowi tampil bak pahlawan sejati untuk para korban yang dibantai oleh militer Myanmar. Jokowi memanfaatkan kesempatan ini dengan mengirim menlu Retno Marsudi untuk menemui orang nomor satu di Myanmar dan di Banglades. Sehingga dengan langkah ini Jokowi dapat apresiasi dari semua kalangan termasuk para pengamat senior negeri ini. Padahal sebelumnya banyak netizen yang mengeritik sang presiden karena terkesan lamban dalam membantu menyelesaikan kasus kemanusiaan di Myanmar.
Ketiga: Ini yang beritanya masih hits sampai sekarang yaitu isu kebangkitan PKI (partai komunis Indonesia) yang sudah lama bubar. Dalam kasus ini banyak lawan politik Jokowi yang memanfaatkan isu ini dengan tuduhan bahwa PDIP merupakan sarangnya PKI. Bahkan seorang Kivlan Zen yang sudah lama pensiun, tahu-tahu nongol di acara tv one dan pasang badan bahwa PKI benar-benar telah bangkit. Nah karena isu ini terus membesar, akhirnya Jokowi lempar ide yaitu ‘pentingnya memutar kembali film G 30 S/PKI. Silahkan baca: Film ‘G30S/PKI’ Perlukah Diputar Kembali, Jawab; Tidak Perlu
Ide itu ditanggapi positif oleh Jendral Gatot Nurmantyo, yaitu tentang pentingnya pemutaran kembali film G 30 S/PKI. Padahal semua tahu kalau dalam film itu yang jadi heroik adalalah sosok Suharto yang notabennya musuh politik dari PDIP (Sukarno). Bahkan dalam masalah ini, Kivlan Zen teriak di acara tlevisi suasta itu bahwa Budiman Sudjadmiko pernah sekolah di Rusia yang mayoritas berpenduduk Komunis. Padahal justru Fadli Zon yang lulusan Rusia (Fadli Zon kader kuat di KMP, pimpinan Prabowo). Ternyata pensiunan itu kenak perangkap permainan Jokowi juga.
Keempat: Masalah hutang yang katanya di era Jokowi, hutang Indonesia kepada bank dunia meningkat bahkan membengkak. Dari masalah ini, timbul pemberitaan bahwa Jokowi senangnya numpuk hutang. Mungkin dengan pemberitaan ini para jendral di belakang Jokowi ketawa, karena mereka semua paham bahwa di era Suharto dan anak turunannya yakni Sby sebenranya yang bikin ulah yaitu korupsinya besar-besaran, sehingga pembangunan tidak jalan. Akibatnya sekarang alokasi anggaran negara banyak digunakan untuk kebutuhan infrastruktur. Karena kalau tidak begitu masyarakat Indonesia tetap akan miskin, dan Indonesia terus terbelakang dari negara-negara tetangga. Baca juga: Wajah Baru PKI itu Bernama “Persekutuan Koruptor Indonesia”
Kelima: Jokowi dapat dukungan penuh dari organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, dalam hal ini NU (Nahdlatul Ulama). Ketika Jokowi dapat tekanan yang berbau SARA, NU selalu menolongnya. Sebagaiamana diketahui, NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang pancasialais. Buktinya, ketika umat muslim terpancing amarahnya karena Ahok berani menghina quran, yang kemudian demo besar-bearan di Monas secara masif. NU mengambil sikap tegas melarang warganya untuk ikut demo mengatasnamakan NU apalagi mengibarkan bendera kehormatan NU. Dan masih banyak masalah lain yang dihadapi Jokowi, namun dia bisa memanfaatkan situasi itu dengan cerdas.
Apa yang diuntungkan Jokowi dalam permainan ini.
Jokowi tetap difavoritkan dalam pilpres 2019, salah satu faktornya dia cantik dalam menyikapi segala problem yang terjadi di masyarakat. Ini belum lagi masalah ekonomi di Papua yang pada era Jokowi meningkat pesat, terutama masalah infarastruktur jalan.
Dan tentu kondisi Indonesia semakin kondusif baik secara ekonomi, kebangsaan, dan kegamaan. [as]
Silahkan komentari tulisan ini