SantriNow | Jurus mabok Fahri Hamzah terkait pengguliran hak angket perihal penolakan KPK membuka isi rekaman pemeriksaan Miryam S, terus menuai pro dan kontra. Sejumlah pihak menilai bahwa hak angket itu salah alamat, kendati demikian pengguliran hak angket terus berjalan.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Demokrat melakukan aksi walkout.
Sementara itu, anggota DPR dari fraksi lainnya riuh berebut menyampaikan interupsi kepada Fahri Hamzah selaku pimpinan sidang paripurna. Wakil Ketua DPR itu akhirnya mengetuk palu tanda menyetujui usul hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Yang menolak, mereka menilai tindakan Fahri gegabah dan kontraproduktif terhadap upaya pemberantasan korupsi. Menurut Muzani, sejumlah fraksi telah meminta penjelasan terlebih dulu kepada para pengusul hak angket itu. Secara resmi ada empat fraksi yang menolak hak angket, yaitu PKB, Partai Gerindra, PKS, dan Partai Demokrat.
Partai Amanat Nasional juga menolak penggunaan hak angket itu. Pimpinan tidak mengakomodasi suara setiap fraksi yang lazimnya ada dalam sidang paripurna.
Kendati begitu, ia tidak akan memberikan sanksi kepada anggota PAN, Daeng Muhammad, yang meneken hak angket. “KPK sekarang sedang mengemban tugas yang berat, mengusut kasus-kasus besar. Jangan ada gangguan terhadap KPK,” katanya. Baca juga: Mahfud MD: Kalau Angket Berjalan Terus untuk Apa?
Sedangkan anggota Dewan lainnya adalah Fahri Hamzah (Fraksi PKS), Desmon J. Mahesa (Fraksi Partai Gerindra), Arsul Sani (Fraksi PPP), Daeng Muhammad (Fraksi PAN), Taufiqulhadi dan Ahmad Sahroni (Fraksi NasDem), serta Dossy Iskandar (Fraksi Partai Hanura).
Masinton mengatakan hampir seluruh anggota Komisi III DPR (Komisi Hukum) sepakat secara aklamasi mengusulkan kepada sidang paripurna DPR menggunakan hak angket. Saya menyampaikan kepada fraksi bahwa saya tidak melakukan apa yang dituduhkan dalam persidangan (menekan Miryam).
Menurut Masinton, hak angket sebetulnya merupakan fungsi pengawasan DPR kepada KPK. Juga soal konflik internal di tubuh KPK, yang terkesan ada blok-blokan sehingga memunculkan miskoordinasi antara bawahan dan pimpinan KPK.
Dan yang tak kalah penting, hak angket akan mempertanyakan penyebutan nama-nama anggota DPR dalam kasus e-KTP, yang dianggap menyalahi aturan karena tak pernah disebut dalam BAP. Namun, nama-nama itu keluar dalam persidangan.
Ada apa sebetulnya di KPK? Hak angket ini tidak akan masuk dalam materi perkara,” ujar mantan aktivis mahasiswa 1998 ini.
Menurut dia, hak angket merupakan hak yang diatur konstitusi. Ia menolak anggapan bahwa seolah-olah hak angket akan mencampuri proses hukum yang tengah berjalan di KPK.
“Hak angket tidak boleh masuk ke sana. Kalau KPK tidak ada kepatuhan soal temuan BPK, terus dia tidak patuh, siapa yang mengingatkan dia kalau bukan DPR,” ujar Dossy.
Fahri sendiri menganggap pengguliran hak angket itu sebagai bentuk kontrol terhadap KPK. Ia bahkan meminta KPK bersikap santai dan tidak terbawa ke ranah politik dalam rangka menyikapi hak angket DPR itu.
KPK suruh tenang sedikit. Apa pun alasannya, usul hak angket itu tetap dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap KPK. Sejumlah kalangan meminta DPR menghentikan hak angket itu. Pasalnya, hak angket bertujuan mempertanyakan kebijakan pemerintah, bukan lembaga hukum.
“Itu tidak tepat, hak angket seharusnya diarahkan untuk berkaitan dengan kebijakan pemerintah. “Bagi saya, perbuatan DPR dengan dalih hak angket terhadap suatu kasus yang sedang berjalan adalah obstruction of justice,” kata dosen di magister hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.
Menurut KPK, upaya pengungkapan bukti-bukti di luar proses pengadilan merupakan bentuk intervensi terhadap KPK.